Forever is (not) just a word

Anak itu terlihat gelisah. Matanya melirik ke sana kemari seperti mencari sesuatu. Ia mengetuk-ngetukkan jarinya ke meja dengan tidak sabar. Aku tak bisa menahan rasa ingin tahuku. Akhirnya aku pun memberanikan diri untuk bertanya,
"Lagi nunggu apa?"

"Menunggu sahabat-sahabat saya kak. Biasanya kami selalu berkumpul di sini. Entah kapan. Tanpa perlu memberitahu kapan kami akan datang. Pasti kami berkumpul di sini. Semesta seolah mempersatukan kami sehingga kami selalu berkumpul, bercerita, bercanda, tertawa, bahagia, bersama."

Aku terdiam. Lalu kenapa kau sekarang sendirian di sini, di mana sahabat-sahabatmu yang biasanya kemari, tanyaku dalam hati.

"Tapi aku tidak mengerti sekarang Kak. Biasanya aku kemari untuk mendapatkan kebahagiaan. Namun sekarang yang kudapat hanya kehampaan. Mungkin sahabat-sahabatku itu telah mendapat tempat baru, yang lebih baik, mungkin mereka sudah mendapat sahabat lain, yang lebih menyenangkan, atau mungkin mereka lupa kalau mereka masih memiliki sahabat yang selalu menunggu mereka di sini. Mungkin aku yang salah berada di sini." Ujar anak itu seolah membaca pikiranku.

"Kalau begitu, mengapa kamu masih di sini?"

"Aku juga tak mengerti Kak. Tapi rasanya, kata selamanya itu begitu nyata. Dan aku yakin, persahabatan kami senyata kasih sayang seorang ibu terhadap anaknya."

“Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian”